Sukses Jadi Peternak Kambing, Daging, Kotoran Bernilai Uang dan Turut Hasilkan Ikan Lele

Sukses Jadi Peternak Kambing, Daging, Kotoran Bernilai Uang dan Turut Hasilkan Ikan Lele

Dari usaha peternakan kambing, Suryono meraih berbagai peluang bisnis lainnya, mulai dari kambing untuk pedaging, susu kambing, pupuk kotoran kambing, ternak lele hingga berbagai produk kecantikan kulit yang diolah dari susu kambing.

Diam-diam Suryono juga melakukan perkawinan silang demi memperoleh bibit unggul.
“Ada suatu tantangan, saya terus mempelajari bagaimana caranya membudidaya kambing, menghasilkan generasi kambing yang lebih sehat, plus juga mengkreasikan susu kambing agar lebih berdaya guna,”papar Suryono saat penulissinggah ke tempat usaha yang sekaligus tempat kediamannya di Jalan Mesjid Km 10,5 Medan-Binjai, Kabupaten Deli Serdang.

Dari ternak kambingnya, tiap harinya ia memanen antara 10 hingga 15 liter susu kambing. Dijelaskan Suryono, setelah beranak, induk kambing perah ini mampu menghasilkan susu murni selama 6 bulan, yang disebut masa perah. Menurut dia, strategi meningkatkan produksi susu murni ini dengan lahan yang terbatas salah satunya dengan cara melakukan kawin silang kambing Sanen asal Swiss dari Batu Raden (Jawa) dengan kambing PE. “Gentik baru ini disebut Sapera (Sanen Peranakan Etawa). Produksi susu dari Sapera mampu mencapai 3-4 liter per ekor,” ujarnya.

Nilai bisnis lain juga mampu dihasilkan susu kambing ini, bukan cuma dari susu, daging hingga kotoran yang bisa dijadikan pupuk. Kemudian, yogurt, ice cream, masker kefir dan sabun. Permintaan konsumen juga datang dari Berastagi, Langsa (Aceh), dan Pekanbaru (Riau). Setelah melalui proses pengemasan, Suryono membanderol susu kambing etawa seharga Rp 6.000 per botol untuk ukuran 125 ml.

Diakui Suryono, tingkat konsumsi susu kambing etawa di kota-kota yang didistribusikan Tharraya Farm (merek susu kambing yang dihasilkan) memang masih kecil, di bawah 0,5%. Itu disebabkan kurangnya promosi dan pengenalan. Juga minimnya edukasi tentang khasiat susu kambing etawa. “Jika promosi dan edukasi ditingkatkan, saya yakin bisnis ini akan menjadi incaran banyak peternak,” tandasnya.

Saat ini dirinya masih ingin menguatkan produksi di hulu dulu, namun upaya untuk membuka pasar hilir (produk turunan) yang lebih luas juga terus dilakukan. Itu demi mendorong produk kambing ini semakin familiar di masyarakat.

Efesiensi biaya pakan pengeluaran biaya tinggi untuk pembelian pakan kambing, yakni hampir 70 persen dari total cost produksinya membuat Suryono ‘berpikir cerdas’ dengan melakukan sistem Hydroponik yaitu satu sistem sirkulasi.

“Sistem ini membuat pakan kambing dari pohon jagung muda yang berumur 7 hari langsung panen. Pohon jagung muda ini subur karena penyemprotan air kotoran kolam ikan Lele/Nila,” jelasnya. Menurut Suryono, sisa kotoran ikan kolam banyak mengandung amoniak yang baik untuk kesuburan tanaman pangan seperti jagung.

Selain itu, pakan juga bisa didapat dari sisa limbah pasar seperti sayur mayur bekas, ubi/ketela yang sudah dipermentasikan serta limbah pabrik kelapa sawit. “Kalau biaya produksi yang tadinya 70 persen, dengan adanya pakan buatan ini, kita bisa memperoleh omset yang lebih tinggi lagi,” ucapnya bersemangat.

Suryono berharap suatu saat nanti Tharraya Farm bisa menjadi sebentuk agrowisata untuk yang bernilai edukasi. Tanpa lelah Suryono terus berinovasi dengan berbagai penemuan terbaru yang bisa dihasilkan dari usaha peternakan kambing. Dirinya sedang menekuni integrasi farming yang didalamnya turut dikembangkan ternak lele.(Sit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *